SEJARAH PANJANG NUSWANTARA

Banyak sekali penafsiran umum akan nama Nusantara, mungkin yang paling populer adalah rujukan
penamaan Nusantara yang dapat diakses di situs Wikipedia, di sana disebutkan bahwa ‘Nusantara
merupakan istilah yang dipakai oleh orang Indonesia untuk menggambarkan wilayah kepulauan
Indonesia dari Sabang sampai Merauke’; pertanyaannya, apakah hanya sebatas itu sajakah wilayah
Nusantara dulu?
Nusa sendiri sering diartikan dengan pulau atau kepulauan, penamaan dari leluhur kita dahulu dalam
bahasa sansekerta, sedang dalam bahasa sansekerta dengan peradaban yang lebih lama, istilah Nusa
disebut dengan Nuswa.
Hasil dari penelitian kita terhadap beberapa rontal kuno dan beberapa prasasti, Nuswantara [atau
Nusantara] adalah gabungan dari dua kata, Nuswa atau Nusa, dan Antara. Nuswa sendiri dalam
bahasa sansekerta kuno mempunyai arti “sebuah tempat yang dapat ditinggali”, jadi tidak disebutkan
secara jelas bahwa itu adalah pulau. Seharusnya kita membuka mata dan pikiran lebar-lebar untuk
memaknai ‘sebuah tempat yang dapat ditinggali’ adalah tidak terbatas hanya di daratan yang ada di
muka bumi ini; lautan, dasar laut, tempat di luar bumi atau bahkan tempat di luar galaksi kita-pun adalah
tempat yang dapat ditinggali.
Dalam beberapa serat kuno-pun pernah tertera kata ‘Antariksa’ yang menandakan bahwa sesuatu
jangkauan yang jauh dari letak bumi-pun sudah dikenal oleh para leluhur Nuswantara.
Menurut Sastra-Jendra [catatan alam raya], leluhur kita membahasakan ‘Bumi’ dengan nama
‘Arcapada’ dan tempat kita hidup di atas bumi itu yang dinamakan lapisan bumi pertama atau Eka
Pratala, dan semuanya terdapat 7 lapisan sampai ke Sapta Pratala [inti bumi atau magma bumi]. Di luar
Arcapada, tertera nama Dirgantara yang maknanya adalah lapisan sejauh burung dapat terbang paling
tinggi, kemudian terdapat Angkasa yang maknanya adalah lapisan dari atas Dirgantara sampai ke batas
atmosfir paling tinggi, dan di luar atmosfir itulah yang disebut dengan Antariksa.
Konsepsi dari Nuswantara sendiri adalah sebuah kesatuan wilayah yang dipimpin oleh suatu
pemerintahan [kerajaan] secara absolut. Jadi dalam Nuswantara terdapat satu Kerajaan Induk dengan
puluhan bahkan ratusan kerajaan yang menginduk [bedakan menginduk dengan jajahan].
Dalam sebuah periodesasi jaman, kerajaan induk itu mempunyai seorang pimpinan dengan
kewenangannya yang sangat absolut, sehingga kerajaan-kerajaan yang menginduk sangat hormat dan
loyal kepada Kerajaan Induk dan satu sama lain antara kerajaan yang menginduk akan saling bersatu
dalam menghadapi ancaman keamanan dari negara-negara di luar wilayah Nuswantara, tak pelak
kesatuan dari Nuswantara sangat disegani, dihormati dan ditakuti oleh negara-negara lain pada jaman
dahulu.
Terdapat lagi istilah Salaka Nagara, istilah Salaka Nagara lebih merupakan sebuah status untuk
beberapa periodesasi masa gemilang dari Nuswantara. Dalam bahasa sansekerta, salaka berarti
seluruh alam raya, jadi pada saat ada salah sebuah Kerajaan Induk Nuswantara yang statusnya Salaka
Nagara, berarti pada masa itu semua kerajaan yang ada di muka bumi ini mempunyai pimpinan tunggal,
atau secara absolut Kerajaan Induk itu menguasai seluruh pemerintahan yang ada di muka bumi ini,
dalam sejarah gemilangnya tercatat banyak Kerajaan Induk di Nuswantara yang statusnya Salaka
Nagara, semisal : Kerajaan Keling, Kerajaan Purwadumadi, Kerajaan Medang Gili, Kerajaan Medang
Ghana, Kerajaan Medang Kamulyan, dll.

Kerajaan Induk biasanya dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Sang Maha Prabu atau Sang Maha
Raja, bergelar Sang Maha Ratu apabila dipimpin oleh seorang perempuan, pada periode jaman
sebelumnya dengan Sang Rakai atau Sang Mapanji, serta dibantu oleh Patih [sekarang setara dengan
Perdana Menteri] yang bergelar Sang Maha Patih.
Sedangkan kerajaan-kerajaan yang menginduk, istilah Kerajaan juga seringkali disebut dengan
Kadipaten yang dipimpin oleh raja yang bergelar Kanjeng Prabu Adipati atau Kanjeng Ratu Adipati
[apabila dipimpin oleh seorang raja perempuan], dan Patih-nya bergelar Sang Patih.
Pimpinan Kerajaan Induk tidaklah selamanya turun-temurun, tidak tergantung dari besar-kecilnya
wilayah, tapi dilihat dari sosok pimpinannya yang mempunyai kharisma sangat tinggi, kecakapannya
dalam memimpin negara dan keberaniannya dalam mengawal Nuswantara, sehingga negara-negara
lain [kerajaan yang menginduk/Kadipaten] akan dengan suka rela menginduk di bawah sang pemimpin,
apalagi sang pemimpin biasanya dianggap mewarisi perbawa dari para Dewa, dalam pewayangan-pun
beberapa nama raja disebutkan sebagai Dewa sing ngejawantah.
Dan apabila setelah sebuah periode pemerintahan berakhir, tampuk kepepimpinan Kerajaan Induk
bergeser ke pimpinan dari negara yang berbeda, maka status kerajaan induk yang lama berubah
menjadi Kadipaten.
Nuswantara, atau Indonesia kini [dari bahasa melayu dan pengembangan penamaan wilayah nusantara pada
jaman masa kolonial], dahulu dikenal dunia sebagai bangsa yang besar dan terhormat. Orang luar bilang
Nuswantara adalah “Jamrud Khatulistiwa” karena di samping Negara kita ini kaya akan hasil bumi
juga merupakan Negara yang luar biasa megah dan indah.
Bahkan di dalam pewayangan, Nuswantara ini dulu diberikan istilah berbahasa Kawi/Jawa kuno, yaitu :
“Negara kang panjang punjung pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerto raharja”
Artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih yaitu :
“ Luas berwibawa yang terdiri atas daratan dan pegunungan, subur makmur, rapi tentram, damai dan sejahtera “
Sehingga tidak sedikit banyak negara-negara lain yang dengan sukarela bergabung di bawah naungan
bangsa kita.
Hal ini tentu saja tidak lepas peranan dari leluhur-leluhur kita yang beradat budaya dan ber-etika tinggi.
Di samping bisa mengatur kondisi Negara sedemikian makmur, leluhur kita juga bahkan dapat
mengetahui kejadian yang akan terjadi di masa depan dan menuliskannya ke dalam karya sastra yang
bertujuan sebagai panduan atau bekal anak cucunya nanti supaya lebih berhati-hati dalam menjalani
roda kehidupan.

Akan tetapi penulisannya tidak secara langsung menggambarkan berbagai kejadian di masa
mendatang, digunakanlah perlambang sehingga kita harus jeli untuk dapat mengetahui apa yang
dimaksud dengan perlambang itu tadi. Digunakannya perlambang karena secara etika tidaklah sopan
apabila manusia mendahului takdir, artinya mendahului Tuhan yangMaha Wenang.
Leluhur kita yang menuliskan kejadian masa depan adalah Maha Raja dari Kerajaan Dahana Pura
bernama Sang Mapanji Sri Aji Jayabaya dalam karyanya Jayabaya Pranitiradya dan Jayabaya
Pranitiwakyo. Sering juga disebut “Jangka Jayabaya” atau oleh masyarakat sekarang dikenal dengan
nama “Ramalan Jayabaya”, sebetulnya istilah ramalan kuranglah begitu tepat, karena “Jangka
Jayabaya” adalah sebuah Sabda, Sabda Pandhita Ratu dari Sang Mapanji Sri Aji Jayabaya, yang
artinya adalah akan terjadi dan harus terjadi.
Leluhur lainnya adalah R. Ng. Ranggawarsita yang menyusun kejadian mendatang ke dalam tembangtembang,
antara lain Jaka Lodang, Serat Kalatidha, Sabdatama, dll.
Kaitannya dengan penanggalan jaman yang ada di Jangka Jayabaya, kita berhasil menemukan bahwa
sejarah Nuswantara tidak sekerdil seperti sejarah yang tertulis di buku-buku pelajaran sejarah sekolah
yang resmi atau literasi sejarah yang ada. Bahkan lebih dari itu, kami menemukan bukti tentang
kebesaran leluhur Nuswantara yang di peradaban-peradaban sebelumnya mempunyai wilayah yang
lebih besar dari yang kita duga selama ini.
Data yang diperoleh terdapat di beberapa relief dan prasasti yang dapat dilihat dan dimengerti oleh
semua orang. Pola pembacaan yang telah berhasil dipetakan dengan mendokumentasikan puluhan
jenis aksara purba asli Nuswantara yang dapat dipakai untuk membaca prasasti dan rontal-rontal kuno,
di antaranya adalah Sastra Kala Purwa, Sastra Kala Dwara, Sastra Kala Dwapara, Sastra Kala Praniti,
Sastra Kala Wisesa, dll. Sebagai bahan perbandingan, aksara Pallawa yang ada di India itu masih setara
dengan jaman Kerajaan Singasari, jadi masih terhitung sangat muda.
Kembali ke Jangka Jayabaya, telah berhasil dipetakan periodesasi terciptanya bumi sampai ke titik akhir
menjadi 3 [tiga] Jaman Kali [Jaman Besar] atau Tri Kali, dan setiap Jaman Besar atau Kali terbagi menjadi
7 [tujuh] Kala [Jaman Sedang] atau Sapta Kala, dan 1 [satu] Jaman Sedang [Kala] terbagi menjadi 3 [tiga]
Mangsa Kala [Jaman Kecil], serta berhasil mengurutkan sejarah kerajaan-kerajaan induk yang ada di
Nuswantara yang mayoritas telah dihilangkan dari sejarah resmi.
Tri Kali atau 3 Jaman Besar itu terdiri dari :
Masing-masing Jaman Besar berusia 700 Tahun Surya, suatu perhitungan tahun yang berbeda dengan
Tahun Masehi maupun Tahun Jawa, perhitungan tahun yang digunakan sejak dari awal peradaban.
Konversi setiap Jaman Besar [Kali] masing-masing berbeda, itu dikarenakan karena perputaran bumi
tidak linear, perhitungan masa dalam satu Tahun Surya di Jaman besar Kali Yoga lebih lama dari
perhitungan masa dalam satu Tahun Surya di Jaman Besar Kali Sangara, dan perhitungan masa dalam
satu Tahun Surya di jaman Besar Kali Swara lebih lama dari perhitungan masa dalam satu Tahun Surya
di Jaman Besar Kali Yoga.


Saat ini yang telah berhasil dikonversikan adalah penghitungan untuk Jaman Besar Kali Sangara [jaman
akhir], di mana 1 [satu] Tahun Surya setara dengan 7 [tujuh] Tahun Wuku, satu tahun Wuku terdiri dari 210
hari yang berarti 1 [satu] Tahun Surya pada jaman besar Kali Sangara itu sama dengan 1.470 hari.

Berikut adalah uraian tentang pembagian jaman disertai dengan silsilah Kerajaan-kerajaan Besar
[Kerajaan Induk] di Nuswantara mulai dari Jaman Besar Kali Swara, Kali Yoga, sampai Kali Sangara.

1. Kali Swara [ jaman penuh suara alam ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [Sapta Kala], yaitu :


1.1. Kala Kukila [burung]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
1.1.1 Mangsa Kala Pakreti [mengerti]
1.1.2 Mangsa Kala Pramana [waspada]
1.1.3 Mangsa Kala Pramawa [terang]

1.1. Kala Kukila | 0 - 100 Tahun Surya 1.1.a Keling 1.1.b Purwadumadi 1.1.c Purwacarita / Purwakandha 1.1.d Magadha 1.1.e Gilingwesi 1.1.f Sadha Keling
1.2. Kala Budha [mulai munculnya kerajaan]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
1.2.1 Mangsa Kala Murti [kekuasaan]
1.2.2 Mangsa Kala Samsreti [peraturan]
1.2.3 Mangsa Kala Mataya
[manunggal dengan Sang Pencipta]

1.2. Kala Budha | 101 - 200 Tahun Surya 1.2.a Gilingwesi 1.2.b Medang Agung 1.2.c Medang Prawa 1.2.d Medang Gili / Gilingaya 1.2.e Medang Gana 1.2.f Medang Pura 1.2.g Medang Gora 1.2.h Grejitawati 1.2.i Medang Sewanda

1.3. Kala Brawa [berani/menyala]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
1.3.1 Mangsa Kala Wedha [pengetahuan]
1.3.2 Mangsa Kala Arcana [tempat sembahyang]
1.3.3 Mangsa Kala Wiruca [meninggal]

1.3. Kala Brawa | 201 - 300 Tahun Surya 1.3.a Medang Sewanda 1.3.b Medang Kamulyan 1.3.c Medang Gili / Gilingaya

1.4. Kala Tirta [air bah]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
1.4.1 Mangsa Kala Raksaka [kepentingan]
1.4.2 Mangsa Kala Walkali [tamak]
1.4.3 Mangsa Kala Rancana [percobaan]

1.4. Kala Tirta | 301 - 400 Tahun Surya 1.4.a Purwacarita 1.4.b Maespati 1.4.c Gilingwesi 1.4.d Medang Gele / Medang Galungan

1.5. Kala Rwabara [keajaiban]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
1.5.1 Mangsa Kala Sancaya [pergaulan]
1.5.2 Mangsa Kala Byatara [kekuasaan]
1.5.3 Mangsa Kala Swanida [pangkat]

1.5. Kala Rwabara | 401 - 500 Tahun Surya 1.5.a Gilingwesi 1.5.b Medang Kamulyan 1.5.c Purwacarita 1.5.d Matswapati 1.5.e Wiratha Wetan 1.5.f Gilingwesi

1.6. Kala Rwabawa [ramai]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
1.6.1 Mangsa Kala Wibawa [pengaruh]
1.6.2 Mangsa Kala Prabawa [kekuatan]
1.6.3 Mangsa Kala Manubawa [sarasehan/
pertemuan]

1.6. Kala Rwabawa | 501 - 600 Tahun Surya 1.6.a Galuh 1.6.b Purwacarita 1.6.c Wirata Anyar

1.7. Kala Purwa [permulaan]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
1.7.1 Mangsa Kala Jati [sejati]
1.7.2 Mangsa Kala Wakya [penurut]
1.7.3 Mangsa Kala Mayana
[tempat para maya/ Hyang]

1.7. Kala Purwa | 601 - 700 Tahun Surya 1.7.a Wirata Kulon 1.7.b Hastina Pura

2. Kali Yoga [ jaman pertengahan ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [Sapta Kala], yaitu :

2.1. Kala Brata [bertapa]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
2.1.4 Mangsa Kala Yudha [perang]
2.1.5 Mangsa Kala Wahya [saat/waktu]
2.1.6 Mangsa Kala Wahana [kendaraan]


2.1. Kala Brata | 701 - 800 Tahun Surya
2.1.a Hastina Pura


2.2. Kala Dwara [pintu]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
2.2.1 Mangsa Kala Sambada
[sesuai/ sepadan]
2.2.2 Mangsa Kala Sambawa [ajaib]
2.2.3 Mangsa Kala Sangkara [nafsu amarah

2.2. Kala Dwara | 801 - 900 Tahun Surya 2.2.a Hastina Pura 2.2.b Malawapati 2.2.c Dahana Pura 2.2.d Mulwapati 2.2.e Medang Penataran 2.2.f Kertanegara

2.3. Kala Dwapara [para dewa]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
2.3.1 Mangsa Kala Mangkara [ragu-ragu]
2.3.2 Mangsa Kala Caruka [perebutan]
2.3.3 Mangsa Kala Mangandra
[perselisihan

2.3. Kala Dwapara | 901 - 1.000 Tahun Surya
2.3.a Pengging Nimrata
2.3.b Galuh
2.3.c Prambanan
2.3.d Medang Nimrata
2.3.e Grejitawati


2.4. Kala Praniti [teliti]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
2.4.1 Mangsa Kala Paringga
[pemberian/kesayangan]
2.4.2 Mangsa Kala Daraka [sabar]
2.4.3 Mangsa Kala Wiyaka [pandai

2.4. Kala Praniti | 1.001 - 1.100 Tahun Surya
2.4.a Purwacarita
2.4.b Mojopura
2.4.c Pengging
2.4.d Kanyuruhan
2.4.e Kuripan
2.4.f Kedhiri
2.4.g Jenggala
2.4.h Singasari


2.5. Kala Teteka [pendatang]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
2.5.1 Mangsa Kala Sayaga [bersiap-siap]
2.5.2 Mangsa Kala Prawasa [memaksa]
2.5.3 Mangsa Kala Bandawala [perang]

2.5. Kala Teteka | 1.101 - 1.200 Tahun Surya
2.5.a Kedhiri
2.5.b Galuh
2.5.c Magada
2.5.d Pengging


2.6. Kala Wisesa [sangat berkuasa]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
2.6.1 Mangsa Kala Mapurusa [sentosa]
2.6.2 Mangsa Kala Nisditya
[punahnya raksasa]
2.6.3 Mangsa Kala Kindaka [bencana

2.6. Kala Wisesa | 1.201 - 1.300 Tahun Surya
2.6.a Pengging
2.6.b Kedhiri
2.6.c Mojopoit (Majapahit


2.7. Kala Wisaya [fitnah]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
2.7.1 Mangsa Kala Paeka [fitnah]
2.7.2 Mangsa Kala Ambondan
[pemberontakan]
2.7.3 Mangsa Kala Aningkal [menendang]

2.7. Kala Wisaya | 1.301 - 1.400 Tahun Surya 2.7.a Mojopoit 2.7.b Demak 2.7.c Giri

3. Kali Sangara [ jaman akhir ]
Dibagi atas 7 Jaman Sedang [Sapta Kala], yaitu :


3.1. Kala Jangga [leher]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
3.1.1 Mangsa Kala Jahaya [keluhuran]
3.1.2 Mangsa Kala Warida [kerahasiaan]
3.1.3 Mangsa Kala Kawati [mempersatukan]

3.1. Kala Jangga | 1.401 - 1.500 Tahun Surya
3.1.a Pajang
3.1.b Mataram


3.2. Kala Sakti [kuasa]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
3.2.1 Mangsa Kala Girinata [Syiwa]
3.2.2 Mangsa Kala Wisudda [pengangkatan]
3.2.3 Mangsa Kala Kridawa [perselisihan

3.2. Kala Sakti | 1.501 - 1.600 Tahun Surya
3.2.a Mataram
3.2.b Kartasura


3.3. Kala Jaya
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
3.3.1 Mangsa Kala Srenggya [angkuh]
3.3.2 Mangsa Kala Rerewa [gangguan]
3.3.3 Mangsa Kala Nisata [tidak sopan]

3.3. Kala Jaya | 1.601 - 1.700 Tahun Surya
3.3.a Kartasura
3.3.b Surakarta
3.3.c Ngayogyakarta


3.4. Kala Bendu [hukuman/musibah]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
3.4.1 Mangsa Kala Artati [uang/materi]
3.4.2 Mangsa Kala Nistana [tempat nista]
3.4.3 Mangsa Kala Justya [kejahatan

3.4. Kala Bendu | 1.701 - 1.800 Tahun Surya
3.4.a Surakarta
3.4.b Ngayogyakarta
3.4.c Indonesia (Republik)


3.5. Kala Suba [pujian]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
3.5.1 Mangsa Kala Wibawa
[berwibawa/berpengaruh]
3.5.2 Mangsa Kala Saeka [bersatu]
3.5.3 Mangsa Kala Sentosa [sentosa

3.5. Kala Suba | 1.801 - 1.900 Tahun Surya

3.6. Kala Sumbaga [terkenal]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
3.6.1 Mangsa Kala Andana [memberi]
3.6.2 Mangsa Kala Karena [kesenangan]
3.6.3 Mangsa Kala Sriyana
[tempat yang indah]

3.6. Kala Sumbaga | 1.901 - 2.000 Tahun Surya

3.7. Kala Surata [menjelang jaman akhir]
Dibagi atas 3 Jaman Kecil [Mangsa Kala] :
3.7.1 Mangsa Kala Daramana [luas]
3.7.2 Mangsa Kala Watara [sederhana]
3.7.3 Mangsa Kala Isaka [pegangan]

3.6. Kala Surata | 2.001 - 2.100 Tahun Surya

Minimal mulai dari sekarang sangat penting bagi para anak bangsa untuk mengetahui betapa hebat dan
luhurnya peran para leluhur Nuswantara ini, terbukti dengan telah tersusunnya silsilah kerajaankerajaan
Nuswantara mulai dari peradaban awal sampai saat sekarang, para anak bangsa tidak hanya
sekedar mengenal Kerajaan Mataram, Majapahit, Singasari, Kuripan dan Kediri saja; akan tetapi masih
banyak kerajaan-kerajaan di peradaban yang lebih lama yang entah oleh sebab apa sekarang ini
kebesaran Kerajaan tersebut telah digeser ke cerita mitos. Adalah penting semua kebesaran dan
kehebatan leluhur kita jatuh kepada kita sendiri sebagai anak cucu yang seharusnya mewarisinya.
Metode penelitian dan penelusuran yang digunakan selama ini adalah dengan mengkompilasikan studi
literasi pada relief-relief, prasasti-prasasti serta rontal-rontal kuno yang dipadukan dengan Sastra
Cetha, sastra yang tidak tersurat secara langsung. Sastra Cetha sendiri adalah sebuah informasi tak
terbatas yang sudah digambarkan oleh alam semesta secara jelas, sebegitu jelasnya sehingga sampai
tidak dapat terlihat kalau kita menggunakan daya penangkapan yang terlalu tinggi dan rumit :-)
Belajar dari tanah sendiri, belajar dari ajaran Leluhur Nusantara sendiri, belajar banyak dari alam
semesta, di mana bumi diinjak, di situ langit dijunjung.

Disusun oleh : Agung Bimo Sutejo &Timmy Hartadi


Tahun Surya tidak sama dengan perhitungan Tahun Masehi ataupun Tahun Jawa, dalam 1 Tahun Masehi terdiri dari Skema Pembagian Jaman dan Perhitungan Tahun Surya 365 hari, sedangkan dalam 1 Tahun Jawa terdiri dari 354 hari. Tahun Surya menggunakan perhitungan dari wuku [Tahun Pawukon] yang perhitungannya dibuat oleh Sanghyang Wisnu, sebuah perhitungan awal mula yang dibuat oleh dewa. Dalam kalender Pawukon terdiri dari 30 Wuku, di mana masing-masing Wuku berusia 7 hari, jadi dalam 1 Tahun Pawukon terdiri dari 210 hari. Setiap tujuh kali putaran tahun Pawukon yang total berjumlah 1.470 hari, itulah yang disebut dengan 1 Tahun Surya, jadi 1 Tahun Surya sama dengan 7 kali Tahun Pawukon, atau setara dengan sekitar 4 Tahun Masehi.
Konversi perhitungan tahun tepatnya adalah sebagai berikut :
1 Tahun Surya = 7 Tahun Pawukon = 4,027 Tahun Masehi = 4,153 Tahun Jawa, atau setara dengan 1.470 hari.
1 Jaman Sedang Kala = 100 Tahun Surya = 700 Tahun Pawukon = 402,7 Tahun Masehi = 415,3 Tahun Jawa, atau setara dengan 147.000 hari.
1 Jaman Besar Kali = 7 Jaman sedang Kala = 700 Tahun Surya = 4.900 Tahun Pawukon = 2.818,9 Tahun Masehi = 2.907,1 Tahun Jawa, atau setara dengan 1.029.000 hari.
Jangka Jayabaya yang berusia triKali atau 3 Jaman Besar Kali = 21 Jaman Sedang Kala = 2.100 Tahun Surya = 14.700 Tahun Pawukon = 8.456,7 Tahun Masehi = 8.721,3 Tahun Jawa, atau setara dengan 3.087.000 hari.